Bagaimana Cara ISIS Pikat Anggota Baru Pada Media Sosial …

ISIS telah menggunakan propaganda yang fantastis di media sosial, yang menggambarkan wilayahnya sebagai dunia yang dipenuhi dengan kebahagiaan, untuk merekrut pendukung. ISIS mungkin memang telah kehilangan sebagian besar wilayahnya, namun sangat penting untuk menyadari bahwa ISIS masih bisa memanfaatkan internet dan media sosial untuk merekrut orang-orang dan untuk menyebarkan propaganda fantastis mereka.

 

ISIS saat ini telah kehilangan sebagian besar teritori yang mereka kuasai, termasuk Raqqa. Beberapa warga negara Indonesia yang telah pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, berhasil melarikan diri dari Raqqa ketika kota tersebut diserang oleh militan anti-ISIS.

Pada bulan September, kepolisian Indonesia mengatakan bahwa sekitar 600 warga negara Indonesia telah bergabung dengan ISIS. Apa yang mendorong mereka untuk merelakan nyawa dan melakukan hal ini?

Cerita dari dua orang wanita Indonesia, Leefa dan Nur, yang kembali pulang setelah bergabung dengan ISIS, dapat memberikan beberapa petunjuk.

Seorang anggota Pasukan Demokratik Suriah memanggil rekan-rekannya saat pertempuran melawan para pejuang ISIS di Raqqa, Suriah, pada tanggal 14 Agustus 2017.

Seorang anggota Pasukan Demokratik Suriah memanggil rekan-rekannya saat pertempuran melawan para pejuang ISIS di Raqqa, Suriah, pada tanggal 14 Agustus 2017. (Foto: Reuters/Zohra Bensemra)

Keduanya mengatakan bahwa mereka pergi ke Raqqa setelah mereka melihat foto-foto dan video ISIS secara online. Leefa mengatakan bahwa dari video-video tersebut, ia membayangkan bahwa Raqqa akan menjadi tempat yang lebih baik untuk hidup.

ISIS telah menggunakan propaganda yang fantastis di media sosial, yang menggambarkan wilayahnya sebagai dunia yang dipenuhi dengan kebahagiaan, untuk merekrut pendukung.

Pejuang ISIS Abu Adam al-Australi—dipercaya adalah pria asal Melbourne bernama Mounir Raad.

Pejuang ISIS Abu Adam al-Australi—dipercaya adalah pria asal Melbourne bernama Mounir Raad. (Foto: Twitter)

UTOPIA ISLAM

Charlie Winter, seorang peneliti di Pusat Studi Radikalisasi dan Kekerasan Politik Internasional (ICSR), dalam laporannya, Mencatat “Kekhalifahan” Virtual (2015), menulis bahwa ISIS memiliki enam instrumen untuk meningkatkan keberadaannya dan tujuan strategisnya. Salah satunya adalah utopia Islam. Yang lainnya adalah kebrutalan, pengampunan, korban, perang, dan kepemilikan.

Utopia Islam adalah dasar dari propaganda fantastis ISIS. Menurut Winter, ini adalah instrumen terpenting ISIS. Mereka mengembangkan cerita mengenai bagaimana umat Muslim akan hidup penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan di bawah kekhalifahan ISIS dan hukum Islam.

ISIS mengembangkan khayalannya dari tujuh tema, yaitu agama, aktivitas ekonomi, pemerintahan, keadilan, kehidupan sosial, perluasan, serta alam dan pemandangan. Di antara tujuh tema tersebut, pemerintahan, agama, dan ekonomi adalah tiga tema teratas.

ISIS mengembangkan cerita bahwa ISIS adalah sebuah sistem pemerintahan yang efektif yang dilengkapi dengan fasilitas sosial yang baik dan perekonomian yang maju. ISIS juga mengklaim bahwa “negara”-nya adalah satu-satunya yang menerapkan Islam yang sesungguhnya. Cerita ini digambarkan melalui video yang menunjukkan orang-orang yang bergabung mempraktikan aktivitas agama, seperti shalat dan berbuka puasa.

Aaron Zelin, Pengamat Richard Borow di Washington Institute for Near East Policy, mengamati siaran media ISIS antara tanggal 18 April dan 24 April 2015. Ia menemukan 32 siaran media yang menggambarkan gagasan fantastis terkait pemerintah, hisba (kebijakan moral), dan mempromosikan khalifah. Dalam siaran-siaran tersebut, ISIS menggambarkan negara Islamnya sebagai kekhalifahan yang sangat indah secara alami, dengan layanan sosial berkualitas tinggi, begitu juga rasa hormat terhadap keadilan.

KHAYALAN

Khayalan—Imajinasi menyenangkan yang tidak berdasarkan pada kenyataan—adalah elemen penting dalam pikiran manusia. Sebagai manusia, kita tidak hanya memahami dunia kita berdasarkan pada apa yang kita lihat dan rasakan, tapi juga berdasarkan apa yang kita pikirkan atau bayangkan. Seseorang atau sekelompok orang dapat mencipatakan khayalan untuk tujuan politik dan strategis.

Target potensial dalam perekrutan ISIS biasanya adalah orang-orang yang memiliki pandangan ‘hitam dan putih’ dalam melihat dunia. Mereka cenderung berpikir dengan istilah yang kategoris, seperti baik dan buruk, benar atau dan salah. Mereka juga biasanya merasa “tidak cukup, tidak dihormati, penuh dengan ambisi yang tidak terpenuhi, marah pada ketidakadilan yang nyata atau yang dirasakan, dan menyalahkan orang lain atau institusi atas kesengsaraan mereka”.

Sementara yang lainnya bermimpi untuk mendapatkan pengalaman keagamaan yang lebih baik. Dengan memanfaatkan keluhan dan mentalitas ‘hitam-putih’ mereka, ISIS berpotensi mengubah orang-orang semacam ini menjadi pendukung.

MENARIK WARGA NEGARA INDONESIA

Untuk menarik perhatian warga negara Indonesia, ISIS merilis video online yang menunjukkan para anggotanya dari Indonesia yang mengajak warga negara Indonesia lainnya agar bergabung bersama mereka.

Leefa mengatakan bahwa ia kemudian menyesal bergabung dengan ISIS. Ia menjelaskan bahwa ia pergi ke Raqqa karena ia membayangkan bahwa teritori ISIS adalah tempat yang lebih baik untuk hidup dan menjadi seorang Muslim sejati. Ia berharap untuk mendapatkan layanan kesehatan yang baik, juga untuk melakukan operasi untuk masalah lehernya.

Leefa mengatakan bahwa ia telah berbicara dengan para anggota ISIS sebelum memutuskan untuk pergi ke Suriah dan bergabung dengan kelompok tersebut. Perbincangan satu lawan satu dengan calon anggota adalah bagian dari strategi perekrutan ISIS, karena ISIS memahami bahwa pesan pribadi lebih efektif dalam meyakinkan orang-orang.

Para anggota juga mengadakan pertemuan agama di masjid-masjid untuk menyebarkan propaganda fantastis mereka.

Mereka berjanji kepada semua orang yang pergi ke teritori ISIS bahwa mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dan mendapatkan layanan publik gratis, seperti air, listrik, dan rumah. Mereka bahkan berjanji bahwa semua orang akan mendapatkan penghasilan bulanan, juga makanan gratis dan layanan kesehatan.

Namun begitu, kenyataan menunjukkan sebaliknya. Leefa dan Nur menyadari hal itu sesaat ketika mereka tiba di teritori ISIS, mereka menemukan bahwa informasi tersebut, begitu juga teritori ISIS yang mereka bayangkan, berbeda jauh dari kenyataan.

Sekelompok demonstran wanita meneriakkan slogan saat protes terhadap keputusan Presiden Joko Widodo

Sekelompok demonstran wanita meneriakkan slogan saat protes terhadap keputusan Presiden Joko Widodo yang membubarkan sebuah kelompok Islam di Jakarta, Indonesia, pada tanggal 18 Juli 2017. (Foto: Reuters/Beawiharta)

Leefa, Nur, dan masyarakat Indonesia lainnya hanya mendengar cerita-cerita dari satu pihak, pihak ISIS. Mereka kekurangan informasi yang akurat mengenai ISIS karena dua alasan.

Dalam era ini, fakta menjadi kurang penting dibandingkan kepercayaan pribadi. Orang-orang cenderung hanya ingin mendengar informasi yang sejalan dengan keyakinan mereka. Memilih-milih informasi yang diinginkan dan secara selektif membaca media/berita, sangatlah biasa terjadi di dalam masyarakat seperti ini. Sehingga, masyarakat hanya mendapatkan cerita dari satu sisi.

Jarak antara Indonesia dan teritori ISIS di Timur Tengah juga membuat masyarakat Indonesia kesulitan untuk mendapatkan informasi langsung dan akurat mengenai ISIS dan situasi nyata di wilayah yang mereka kendalikan.

ISIS mungkin memang telah kehilangan sebagian besar wilayahnya, namun sangat penting untuk menyadari bahwa ISIS masih bisa memanfaatkan internet dan media sosial untuk merekrut orang-orang dan untuk menyebarkan propaganda fantastis mereka.

Metode perekrutan ini telah terbukti efektif untuk menarik banyak orang untuk bergabung dengan ISIS. Sehingga, ini adalah waktu bagi kita untuk menemukan cara untuk melawan propaganda jenis ini, juga untuk mengamankan masyarakat kita dari hal ini.

Oleh Wendy Andhika Prajuli, Dosen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara. Artikel ini pada awalnya dipublikasikan di The Conversation.

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2xZ5tyS
via muslimsejati

Comments

Popular posts from this blog

Hijabers pertama yang mengikuti kontes kecantikan di AS

Doktrin Kebencian Sumber Paham Terorisme, Begini Kesaksian Mantan Teroris